CONTOH PROPOSAL PTK

Proposal PTK

PENGGUNAAN CD PENGAJARAN BICARA SEBAGI SUPLEMEN
UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MAHASISWA DALAM
PRAKTEK PENGAJARAN BICARA KONSONAN S
PADA ANAK TUNARUNGU



Disusun Oleh:
……………………….



JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA
FAKULTAS ………
UNIVERSITAS ----------
2005

A. Judul Penelitian
Penggunaan CD Pengajaran Bicara Sebagai Suplemen Untuk Meningkatkan Keterampilan Mahasiswa Dalam Praktek Pengajaran Bicara Konsonan S Pada Anak Tunarungu.

B. Latar Belakang
Mata kuliah artikulasi merupakan mata kuliah yang khusus diberikan pada mahasiswa spesialisasai anak tunarungu. Mata kuliah ini mempunyai dua aspek sasaran yang ingin dicapai yaitu pengetahuan tentang cara–cara pengajaran bicara dan keterampilan dalam memperbaiki serta membentuk bicara pada anak tunarungu.
Mata kuliah artikulasi I berisikan konsep–konsep dasar pembinaan bicara pada anak tunarungu. Oleh karena itu pada mata kuliah artikulasi I lebih menekankan pada aspek kognitif. Pengetahuan diperlukan sebagai dasar dalam melakukan perbaikan bicara pada anak tunarungu. Sedangkan mata kuliah artikulasi II lebih menekankan pada praktek penanganan bicara anak tunarungu. Oleh karena itu aspek keterampilan mahasiswa dalam menangani anak tunarungu lebih ditekankan.

Mahasiswa dalam mengikuti perkuliahan artikulasi belum menunjukkkan hasil yang memuaskan terutama dalam praktek penanganan dan pembentukan bicara pada anak tunarungu. Hal ini tampak dari hasil yang diberikan mahasiswa setelah melakukan praktek di lapangan. Pada umumnya mereka mengalami kesulitan, sehingga dalam menangani dan memperbaiki bicara belum memuaskan. Kondisi semacam ini jika dianalisis banyak faktor penyebabnya, salah satunya adalah terbatasnya kemampuan mahasiswa dalam menggunakan audio visual dalam pengajaran konsonan S pada anak tunarungu.

Menyadari banyak faktor yang dapat menjadi penyebab terjadinya kekurang berhasilan, maka dalam pembelajaran mata kuliah artikulasi perlu dikaji faktor utama yang memungkinkan sebagai penyebab kesulitan yang dihadapi mahasiswa. Melalui pengkajian dapat ditemukan dan sekaligus ditentukan langkah–langkah untuk memperbaikinya. Berbagai upaya telah dilakukan dalam memperbaiki sistem perkuliahan antara lain dengan memanfaatkan fasilitas laboratorium semaksimal mungkin untuk simulasi, perubahan penyampaian materi perkuliahan, penambahan waktu praktek lapangan. Beberapa usaha telah dilakukan, tetapi belum menunjukkan hasil yang memuaskan, terutama dalam keterampilan memperbaiki  bicara anak. Atas dasar kenyataan yang demikian, maka perlu dicari alternatif lainnya dengan melakukan inovasi–inovasi baik dalam metode penyampaian maupun penggunaan fasilitas laboratorium serta pemanfaatan multi media untuk meningkatkan keterampilan mahasiswa dalam menangani permasalahan bicara terutama pembentukan konsonan S pada anak tunarungu yang tidak dapat bicara.

Peningkatan kualitas mahasiswa dapat dilakukan melalui peningkatan kemampuan dalam bidang pengetahuan dan bidang keterampilan. Peningkatan dalam bidang pengetahuan dapat dilakukan dengan mengkaji berbagai literature, memperhatikan perkuliahan dosen di kelas dan sebagainya. Peningkatan dalam bidang keterampilan perlua adanya praktek dalam penanganan dan pembentukan bicara pada subyek yang sesungguhnya yaitu anak tunarungu. Kemampuan dalam bidang keterampilan perlu dilakukan secara sendiri–sendiri oleh mahasiswa dengan praktek di lapangan. Penguasaan pengetahuan secara teoritis diperlukan sebagai media untuk menguasai keterampilan secara praktis. Satu kelemahan yang sering terjadi khususnya mahasiswa adalah penguasaan pada bidang keterampilan atau pada aplikasi di lapangan. Penggunaan audio visual dalam praktek pembentukan konsonan S pada anak tunarungu selama ini belum banyak dilakukan oleh mahasiswa.

C. Perumusan masalah
Permasalahan yang terjadi pada mata kuliah artikulasi yaitu tidak adanya subyek (anak tunarungu) untuk praktek di dalam kampus. Untuk mengatasi permasalahan diatas dilakukan praktek di berbagai SLB-B. Dengan demikian waktu pertemuan dalam pengajaran bicara sangat terbatas, sehingga menyulitkan mahasiswa untuk terampil melakukan perbaikan bicara pada anak. Untuk itu perlu dilakukan inovasi–inovasi dalam perkuliahan, sehingga kemampuan mahasiswa dalam praktek pembentukan konsonan/vokal dapat meningkat. Inovasi yang dilakukan dalam pembelajaran yaitu memanfaatkan fasilitas yang dimiliki jurusan dan teknologi multi media semaksimal mungkin dalam proses pembelajaran. Adapun inovasi yang dipilih dalam meningkatkan keterampilan mahasiswa dalam penggunaan audio visual sebagai sarana pembelajaran. Dengan demikian diharapkan kesulitan mahasiswa dalam praktek pembentukan bicara yaitu konsonan S pada anak tunarungu dapat teratasi seefektif dan efisien mungkin.

D. Cara Pemecahan Masalah
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen, yaitu melakukan percobaan–percobaan dengan memggunakan media CD pembelajaran bicara yang dilakukan di laboratorium/kelas yang diberikan tentang teknik–teknik perbaikan bicara. Adapun langkah–langkah sebagai berikut.
a. Persiapan dengan menyusun rencana atas topik materi sesuai dengan tingkat kesulitan pada masing–masing konsonan maupun vokal.
b. Memperlihatkan kepada mahasiswa masing–masing, teknik dalam memperbaiki bicara lengkap dengan penggunaan berbagai sarana pembelajaran dan peralatan peraga yang di perlukan.
c. Melakukan diskusi tentang berbagai teknik perbaikan bicara.
d. Mengumpulakan dan menganalisis data.
Untuk lebih jelasnya, maka desain inovasi yang digunakan dalam pembelajaran dapat dilihat pada bagian di bawah ini:
Bagan desain pembelajaran artikulasi II dengan CD pembelajaran bicara


D. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai melalui kegiatan penelitian adalah menemukan pembelajaran yang efektif dan efisien dalam pembentukan bicara pada konsonan S pada anak tunarungu.

E. Kontribusi/Manfaat Penelitian
Kontribusi yang ingin dicapai adalah bertambahnya wawasan pengetahuan dalam bidang pendidikan. Khususnya dalam pendidikan luar biasa serta dapat diaplikasi secara praktis di lapangan dan di kelas sebagai salah satu bentuk pembelajaran di ruang kuliah. Sehingga mahasiswa tidak mengalami kesulitan dalam pembentukan konsonan S, dengan demikian inovasi yang telah ditemukan dapat digunakan dalam pengajaran bicara yaitu pembentukan konsonan S pada siswa tunarungu.

F. Tinjauan Pustaka dan Hipotesis Tindakan
a. Tinjauan Pustaka
1. Pembelajaran bicara (konsonan s)
Belajar adalah kegiatan para siswa, baik dengan bimbingan guru atau dengan usaha sendiri. Pendidik berusaha membantu agar siswa belajar lebih terarah, cepat, lancar, dan berhasil baik atau istilah lain dengan membelajarkan siswa. Pembelajaran agar berhasil perlu dilaksanakan sistematis, secara bulat dengan mempertimbangkan segala aspek.

Sebelum mengenal pembelajaran secara khusus perlu mengenal pembelajaran secara umum. Pembelajaran di dalam kelas baik secara klasikal atau individual dibutuhkan adanya model pembelajaran. Untuk itu perlu diketahui terlebih dahulu pengertian model secara umum. Model dalam kehidupan sehari–hari merupakan suatu pola yang dapat dicontoh, baik dalam bentuk fisik suatu hasil kerja atu suatu pola tertentu menghasilkan perilaku belajar yang baik. Model pembelajaran merupakan penyederhanaan dari hubungan berbagai komponen yang ada dalam proses belajar mengajar di dalam kelas. Komponen–komponen pembelajaran meliputi metode belajar, sarana dan prasarana, guru, siswa, kurikulum, alat evaluasi, dan sebagainya. Menurut Zamroni, (1988:79), mengatakan model merupakan inti dari teori dalam bentuk sederhana, sehingga mudah dibaca dan dipahami. Sedangkan menurut Winardi (1986:53-55), mengatakan ada tiga cara untuk menyatakan model, yaitu:
secara verbal menerangkan dengan kata–kata,
secara grafis yaitu menerangkan dengan menyajikan diagram, dan
secara matematis pada ilmu pasti.

2. Prinsip Bimbingan
Bimbingan dapat diartikan sebagai suatu proses bantuan atau tuntutan terhadap individu melalui usahanya sendiri untuk menemukan dan mengembangkan kemampuannya agar memperoleh kebahagiaan pribadi dan kemanfaatan sosial. Layanan pengajaran merupakan bantuan kepada siswa dalam mengatasi kesulitan–kesulitan dalam kegiatan pengajaran sehingga mereka dapat mengembangkan kemampuannya secara optimal.

3. Prinsip Pengayaan
Pengayaan dalam pembelajaran dimaksudkan dengan adanya pengayaan pada kurikulum yang dipelajari oleh siswa. Kemampuan siswa dapat ditingkatkan melalui perluasan kurikulum yang dipelajari akan mengakibatkan pengetahuan mahasiswa semakin luas dan mendetail. Pengayaan kurikulum dilakukan melalui tiga pendekatan yaitu berorientasi pada proses, berorientasi pada content, materi yang harus dipelajari, dan berorientasi pada produk atau hasil.

4. Belajar Tuntas
Belajar tuntas merupakan suatu sistem belajar yang mengharapkan sebagian besar siswa memiliki tujuan (basic learning objective) tertentu secara tuntas. Penguasaan terhadap tujuan sehingga dapat dikatakan tuntas memiliki standar tertentu sesuai dengan tuntutan masing–masing tujuan yang hendak dicapai. Pencapaian standar dalam belajar tuntas pada umumnya para siswa diharapkan minimal menguasai 85 % dari jumlah populasi peserta didik dan dari 85% siswa harus menguasai sekurang–kurangnya 75 % tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

5. Individu dalam proses pembelajaran
Individu sebagai peserta dalam proses pembelajaran memiliki perbedaan antara individu yang satu dengan yamg lainnya dalam berbagai hal, yaitu waktu dan irama perkembangan, motif, intelegensi, dan emosi, kecepatan belajar, dan pembawaan dan lingkungan. Perbedaan–perbedaan tersebut dalam individu akan mengakibatkan hasil belajar yang dicapai akan berbeda–beda pula. Oleh karena itu dalam pembelajaran, pendidik bertugas memberikan pelayanan yang tepat dan menyediakan waktu yang cukup, sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai semaksimal mungkin oleh siswa.
b. Media (alat Bantu) dalam pembelajaran
Bahan pengajaran adalah seperangkat materi keilmuan yang terdiri atas fakta, konsep, prinsip, generalisasi suatu ilmu pengetahuan yang bersumber dari kurikulum dan dapat menunjang tercapainya tujuan pengajaran. Metodologi pengajaran adalah metode dan teknik yang digunakan dalam melakukan interaksinya dengan siswa agar bahan pengajaran sampai kepaad siswa, sehingga siswa menguasai tujuan pengajaran.
Dalam metodologi ada dua aspek yang paling menonjol, yaitu metode mengajar dan media pengajaran sebagai alat bantu mengajar. Sedangkan penilaian adalah alat untuk mengukur atau menentukan taraf tercapai tidaknya suatu tujuan pengajaran.
Pola pembelajaran yang memanfaatkan media pembelajarn yang memanfaatkan media pembelajaran sebagai sumber–sumber di samping guru dapat digambarkan sebagai berikut:



Gambar 2.1 Pola pembelajaran dibantu media (Arifin,2000)

Dalam praktek pembelajaran sebenarnya, tidak ada pola yang kaku antar komponen pembelajaran. Pola kombinasi yang lengkap dapat digambarkan sebagai berikut:

Salah satu gambar yang paling banyak dijadikan acuan sebagai landasan teori penggunaan media dalam proses belajar adalah Dale’s Cone of Experience (Kerucut Pengalaman Dale). Kerucut ini merupakan elaborasi yang rinci dari konsep tiga tigkatan pengalaman yang dikemukakan oleh Bruner. Hasil belajar seseorang diperoleh mulai dari pengalaman langsung (konkret) atas kenyataan yang ada di lingkungan kehidupan seseorang melalui benda tiruan sampai kepada lambang verbal (abstrak). Semakin diatas puncak kerucut semakin abstrak media penyampai pesan itu. Perlu dicatat bahwa urut–urutan ini tidak berarti proses belajar dan interaksi mengajar belajar harus selalu dimulai dari pengalaman langsung, tetapi dimulai dengan jenis pengalaman yang paling sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan  kelompok siswa yang dihadapi mempertimbangkan situasi belajarnya.

Dasar pengembanagan kerucut di atas bukanlah tingkat kesulitan, melainkan tingkat keabstrakan, jumlah jenis indera yang turut serta selama penerimaan isi pengajaran atau pesan. Pengalaman langsung akan memberikan kesan paling utuh dan paling bermakna mengenai informasi dan gagasan yang terkandung dalam pengalaman itu, oleh karena melibatkan indera pengluhatan, pendengaran, perasaan, penciuman, dan peraba. Ini dikenal dengan learning by doing karena memberi dampak langsung terhadap pemerolehan dan pertumbuhan pengetahuan, keterampilan dan sikap siswa.

1. Penggunaan Komputer dalam Pembelajaran
Teknologi informasi (TI) merupakan salah satu bagian teknologi yang berkembang dengan pesat dan aplikasinya sangat luas dewasa ini. Aplikasi TI yang nyata misalnya dengan hadirnya multimedia dan web, dalam bidang pendidikan yang melahirkan terobosan baru dalam meningkatkan efisiensi dan efektifitas proses pembelajaran.
Komputer telah diterapkan dalam bidang pendidikan semenjak awal perkembangannya. Walaupun sangat bersifat administratif yaitu berupa pembuatan aplikasi, database dan komputerisasi, namun dalam bentuk yang awal tersebut sudah mulai memasuki aspek pendidikan yang manual dan modul kerja sampai pada bentuk simulasi sederhana dalam suatu proses misalnya dalam kegiatan industri, penelitian dan administrasi.
Berkembangnya hardware komputer dalam 2 dekade terkhir dari mainframe yang mahal sampai PC dalam bentuk sekarang yang kemampuannya secara bertahap telah meningkat drastis. Memungkinkan penggunaan komputer dalam pendidikan pada berbagai bentuknya, seperti yang paling akhir ini, pendidikan jarak jauh lewat internet dan software pengajaran berbagai bidang studi dalam bentuk CD software multimedia yang memuat animasi, film, gambar, musik dan suara yang interaktif.
Pengajaran dengan bantuan komputer dikembangkan dari model belajar terprogram (programmed instruction). Belajar terprogram ini merupakan istilah umum pada sistem belajar yang berbeda untuk tingkat–tingkat berbeda pula. Penekanannya terletak pada perlunya respon dengan tujuan untuk pembentukan hasil belajar melalui kontrol dari feedback atau reinforcement (pemberian support yang akan berpengaruh pada psikologis siswa).

2. Multimedia dalam pembelajaran bicara
Penggunaan komputer dalam pembelajaran kimia sebenarnya sudah ada sejak beberapa dekade terakhir. Bahkan dalam beberapa tahun terakhir, buku–buku teks banyak dilengkapi dengan software (multimedia) yang merupakan suplemen materi. Suplemen tersebut biasanya berisikan hal–hal yang tidak dapat dihadirkan langsung oleh buku, misalnya peristiwa–peristiwa yang terjadi secara kebetulan atau sengaja dilakukan.
Penggunaan multimedia dalam pembelajaran bicara belum banyak diteliti, sehingga hasilnya belum banyak dipublikasikan. Namun pada beberapa penelitian di bidang lain menunjukkan bahwa penggunaan multimedia tersebut dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami konsep (Sanger, 2001).

Salah satu upaya untuk mengatasi permasalahan besar tersebut ialah dengan memanfaatkan multimedia yang dapat mempresentasikan semua domain berpikir dalam pembelajaran bicara. Multimedia tersebut haruslah memfasilitasi mahasiswa untuk berpikir baik dari segi konsep maupun praktis.
Penggunan alat bantu pengajaran sangat membantu mahasiswa peserta didik CD pembelajaran bicara merupakan salah satu alat bantu pembelajaran memiliki peranan yang sangat membantu dalam menjelaskan hal–hal abstrak menjadi jelas dan sederhana serta lebih efisien dalam waktu. Melalui multimedia dapat dipergunakan untuk menganalisis kegiatan praktek yang dilakukan oleh masing–masing mahasiswa. Dengan audio visual dapat dilakukan analisis pada kegiatan pembelajaran yang kemudian dapat dilakukan berbagai analisis dari kelebihan dan atau kesalahan yng dilakukan oleh mahasiswa dalam pembentukan bicara anak tunarungu. Melalaui analisis tersebut, hasil praktek yang telah direkam, dapat diketahui mana yang perlu perbaikan jika terjadi kesalahan dalam praktek. Proses pembelajaran selanjutnya berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan dengan demikian hasil yang diharapkan akan lebih baik. Pada pengajaran bicara anak tunarungu, sangat diperlukan adanya peralatan bantu yang memadai, karena anak tersebut telah memiliki permasalahan dalam pendengarannya.

c. Tunarungu dan permasalahannya
1. Pengertian
Tunarungu adalah peristilahan secara umum yang diberikan kepada anak yang mengalami kehilangan/gangguan pendengaran. Sehingga ia mengalami hambatan dalam melaksanakan kehidupan sehari–hari. Secara garis besar tunarungu dibedakan menjadi dua yaitu tuli dan kurang dengar. Menurut Smith, M (1975:392-394), tuli adalah orang yang mengalami kerusakan pendengarannya dalam taraf yang berat sehingga pendengarannya tidak berfungsi. Kurang dengar adalah orang yang mengalami kerusakan pendengaran, tetapi alat pendengarannya masih berfungsi.

2. Karakteristik Tunarungu
Ada beberapa karakteristik tunarungu yaitu :
Intelegensi
Karakteristik dalam segi intelegensi, secara potensial tidak berbeda dengan anak normal pada umumnya, ada yang pandai, sedang, dan bodoh. Namun secara fungsional, intelegensi mereka berada di bawah anak normal. Hal ini disebabkan karena kesulitan dalam memahami bahasa.
Emosi dan sosial
Keterbatasan yang terjadi dalam berkomunikasi pada tunarungu mengakibatkan perasaan terasing dari lingkungannya. Tunarungu mampu melihat semua kejadian, akan tetapi tidak mampu untuk memahami dan mengikuti secara menyeluruh, sehingga menimbulkan emosi yang tidak stabil, mudah curiga dan kurang percaya pada diri sendiri. Dalam pergaulan cenderung memisahkan diri terutama dengan orang normal, hal ini disebabkan keterbatasan dalam berkomunikasi secara lisan.
Bahasa dan Bicara
Tunarungu dalam segi bahasa dan bicara mengalami hambatan, hal ini disebabkan adanya hubungan yang erat antara bahasa dan bicara dengan ketajaman pendengaran, mengingat bahasa dan bicara merupakan hasil dari proses peniruan. Sehingga tunarungu dalam segi bahasa yang dimiliki ciri yang khas yaitu sangat terbatas dalam kosa kata, sulit mengartikan arti kiasan, kata–kata yang abstrak.

d. Media Komunikasi Tunarungu dalam Belajar
Media komunikasi tunarungu ada tiga yaitu oral, isyarat, dan komunikasi total.
1. Media oral
Media yang digunakan tunarungu dalam belajar menggunakan bicara. Proses belajar mengajar yang diberikan oleh guru kepada tunarungu menggunakan media bicara sebagaimana proses pembelajaran pada anak normal dalam mengikuti pelajaran di kelas. Sebagai konsekuensi logis dalam menggunakan media oral yaitu guru harus mengajarkan bicara ada tunarungu.
2. Media Isyarat
Media yang digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran menggunakan isyarat–isyarat sebagai pengganti kata huruf, tidak menggunakan media bicara. Isyarat yang digunakan kadang masih bersifat lokal sehingga sulit untuk berkomunikasi dengan sesama tunarungu di tempat lain. Untuk mengatasi masalah tersebut telah disusun kamus isyarat bahasa Indonesia. Oleh karena itu semua tunarungu harus belajar isyarat tersebut.
3. Media komunikasi total
Komunikasi total merupakan perpaduan dari kedua media yang terdahulu. Media ini digunakan secara bersama–sama dalam proses belajar mengajar di dalam kelas. Dengan harapan bila siswa tidak mengerti dari bentuk ucapannya, diharapkan siswa dapat mengerti melalui isyaratnya. Untuk itu tunarungu harus belajar bicara dan belajar isyarat.

e. Metode pengajaran yang efektif bagi tunarungu
Untuk menentukan metode yang efektif bagi tunarungu, langkah yang pertama adalah memahami segala karakteristik tunarungu terutama dalam segi bahasa dan langkah yang kedua adalah ciri khas tunarungu adalah visual/mata. Dalam pembelajaran tidak perlu menggunakan kata–kata yang sulit untuk dipahami tunarungu, apalagi menggunakan kata yang abstrak, tetapi menggunakan kata–kata yang singkat, jelas dan nyata. Dalam proses pembelajaran segala sesuatu yang diucapkan guru atau diisyaratkan harus berada di jangkauan mata (dapat dilihat) oleh anak tunarungu, jika tidak dapat dilihat oleh anak tunarungu maka pembelajaran tidak ada manfaatnya.

f. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan uraian dari pengertian belajar, model pembelajaran, prinsip–prinsip belajar dan individu sebagai peserta didik maka kegiatan pembelajaran diperlukan adanya keterpaduan diantara komponen dalam belajar. Keterpaduan ini berlaku disemua jenjang pendidikan termasuk di sekolah luar biasa. Penggunaan alat bantu pengajaran sangat membantu peserta didik audio visual, salah satu alat bantu pembelajaran memiliki peranan yang sangat membantu dalam menjelaskan hal–hal abstrak menjadi jelas dan sederhana serta lebih efisien dalam waktu. Audio visual dapat dipergunakan untuk menganalisis kegiatan praktek yang dilakukan oleh masing–masing mahasiswa. Dengan audio visual dapat dilakukan analisis pada proses pembelajaran yang kemudian dapat dilakukan berbagai analisis dari kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan dalam kelas dan menganalisis segi kelebihan dan atau kesalahan yang dilakukan oleh mahasiswa dalam pembentukan direkam, dapat diketahui mana yang perlu perbaikan jika terjadi kesalahan dalam praktek.
Proses pembelanjaran selanjutnya berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan dengan demikian hasil yang diharapkan akan lebih baik. Pengajaran bicara, konsonan S pada anak tunarungu sangat diperlukan adanya peralatan bantu yang memadai, karena anak tersebut telah memiliki permasalahan dalam pendengarannya. Sebelum mereka diajarkan berbagai pengetahuan, mereka perlu ditangani terlebuh dahulu pada komunikasi secara lisan (bicara). Pembentukan bicara pada anak tunarungu merupakan pekerjaan yang tidak mudah perlu dicari inovasi–inovasi dalam pembelajaran bicara, sehingga kesulitan yang dihadapi para pendidik dan calon pendidik dapat terpecahkan.
Berdasarkan uraian diatas maka diajukan hipotesis tindakan yaitu penggunan CD pengajaran bicara sebagai suplemen dapat meningkatkan keterampilan mahasiswa dalam praktek pengajaran bicara konsonan S pada anak tunarungu di SLB-B.

G. Rencana Penelitian

a. Setting penelitian
Penelitian dilakukan di laboratorium dengan melihat tayangan CD mengenai pembelajaran konsonan S denga segala permasalahannya dan SLB B sebagai tempat praktek pembelajaran pembentukan konsonan.

b. Variabel
Variabel yang menjadi sasaran dalam rangka PTK adalah peningkatan keterampilan mahasiswa dalam melakukan praktek pembentukan/perbaikan konsonan S pada anak tunarungu di SLB-B. Di samping variabel tersebut masih ada beberapa variabel yang lain yaitu:
1. Input yaitu sarana pembelajaran, lingkungan belajar, bahan ajar, guru, siswa, prosedur evaluasi dan sebagainya.
2. Proses KMB yaitu interaksi belajar, gaya guru mengajar, implementasi berbagai metode perbaikan konsonan S dan sebagainya.
3. Out put: Hasil belajar siswa beruapa ucapan konsonan S pada waktu berbicara, motivasi siswa dan sebagainya.

H. Rencana Tindakan
a. Perencanaan
Untuk meningkatkan kemampuan mahasiswa setelah memperoleh pengetahuan secara teoritik perlu di tingkatkan dengan kegiatan di laboratorium. Kegiatan latihan ini untuk pembetulan konsonan S dengan simulasi sesama mahasiswa dengan berbagai teknik perbaikan guna memperoleh keterampilan nyata yang sesungguhnya. Pada simulasi ini dikaji mulai dari mengetahui jenis kesulitan yang dialami siswa pada konsonan S, termasuk sarana yang akan digunakan. Kegiatan simulasi jika dipandang cukup maka kegiatan dilanjutkan dengan pemberian penanganan pada siswa tuanarungu secara langsung di lapangan (SLB-B) dan dilakukan perekaman.

I. Implementasi Tindakan
Rencana yang telah disusun dicobakan sesuai dengan langkah yang telah dibuat yaitu proses perbaikan konsonan S pada anak tunarungu.

J. Observasi dan Implementasi
Observasi ini dilakukan untuk melihat pelaksanaan apakah semua rencana yang telah dibuat dengan baik, tidak ada penyimpangan–penyimpangan yang dapat memberikan hasil yang kurang maksimal dalam perbaikan konsonan S pada anak tunarungu. Observasi dilakukan oleh teman sejawat dalam satu tim dan juga dilakukan perekaman lewat video.

K. Analisis dan Refleksi
Hasil kegiatan pembentukan konsonan S yang telah direkam, diputar kembali untuk dianalisis untuk mengetahui kegagalan atau kesalahan yang dialami oleh praktikan dan kemudian didiskusikan dengan dosen dan sesama mahasiswa untuk mencari penyelesaiannya yang efektif pada kegiatan pembentukan bicara berikutnya pada tahap berikutnya.

L. Pengumpulan Data
Data dikumpulkan melalui observasi baik secra manual maupun melalui perekaman video, khususnya untuk data langsung prosedur/proses. Data ini digunakan untuk melihat proses/prosedur pelaksanaan perbaikan konsonan S dan akan digunakan sebagai dasar penilaian pada segi perencanaan kegiatan. Disamping itu data dikumpulkan melalui tes untuk mengukur kemampuan siswa dalam mengucapkan konsonan S. Data ini diperlukan untuk menentukan keberhasilan perencanaan perbaikan konsonan S yang telah dibuat.

M. Indikator Kinerja
Sebagai tolak ukur keberhasilan bagi mahasiswa yaitu anak tunarungu dapat mengucapkan konsonan S. Indikator ini merupakan tempat dari rencana yang telah dibuat dan implikasinya dalam rangka memperbaiki konsonan S pada anak tunarungu.

N. Personalia Penelitian
a. Ketua peneliti :
1. Nama Lengkap dan Gelar :
2. Golongan / pangkat / NIP :
3. Jabatan Fungsional :
4. Fakultas/jurusan :
5. Perguruan Tinggi :
6. Bidang Keahlian :

7.  Waktu untuk penelitian ini :
8. Tugas :
Bertanggung jawab atas kelancaran pelaksanaan kegiatan
Menyusun perencanaan PBM berbasis multi media
Terlibat dalam semua jenis kegiatan
Mentyusun Laporan
b. Anggota Peneliti 1 (teman sejawat)
1. Nama lengkap dan gelar :
2. Golongan/pangkat/NIP :
3. Jabatan Fungsional :
4. Fakultas/jurusan :
5. Perguruan Tinggi :
6. Bidang keahlian :
7. Waktu untuk penelitian ini :
8. Tugas :
Menganalisis konsep yang ada di GBPP
Menyusun perencanaan PBM berbasis multi media
Menyusun instrumen

O. Jadwal pelaksanaan 
No Jenis Kegiatan Bulan Ke
1
1 Penyusunan Proposal
2 Analisis Pokok Bahasan dan Media
3 Pendesainan media pembelajaran yang digunakan
4 Pelaksanaan PBM dengan audio visual
5 Evaluasi Hasil Belajar Siswa
6 Evaluasi Proses Pembelajaran
7 Analisis hasil evaluasi
8 Seminar hasil penelitian
9 Penyusunan Laporan

P. Biaya yang diusulkan
Rekapitulasi Biaya
No Uraian Jumlah Biaya (Rp)
1 Honor Pelaksana ………………
2 Bahan habis pakai ………………
3 Peralatan ………………
4 Perjanjian ………………
5 Lain – lain ………………
Jumlah Biaya ………………

Rincian Biaya yang diusulkan
a. Honor Pelaksana
Pelaksana Jumlah Jml jam/mig Jml mig/bl Honor/jam Jumlah
Ketua ………. ………. ………. ………. ……….
Anggota ………. ………. ………. ………. ……….
Jumlah ……….

b. Bahan habis pakai
Bahan Jumlah Biaya Jumlah Biaya
Disket ………. ………. ……….
ATK ………. ………. ……….
Kertas HVS ………. ………. ……….
Tinta Printer ………. ………. ……….
Transfer ke CD ………. ………. ……….
Pita Video ………. ………. ……….
CD ………. ………. ……….
Akses Internet ……….
Jumlah ……….



c. Peralatan
Jenis Peralatan Spesifikasi Jumlah
Komputer dan Printer Sewa ……….
Proyektor LCD Sewa ……….
Handycam Sewa ……….
VCD Sewa ……….
Jumlah ……….

d. Perjalanan
Perjalanan Volume Biaya Jumlah
Lokal, Ketua ………. ………. ……….
Lokal Anggota ………. ………. ……….
Jumlah ……….

e. Lain –lain
Uraian Jumlah
Foto copy ……….
Jumlah ……….


DAFTAR PUSTAKA

Boothroyd, A. (1982). Hearing Impairments inYong Children. Practice Hall Inc.
Engelewoods Cliffs.N.Y.

Fram, M. (1985). Auditory Training. Glendongnald School For Deaf Children.
Victoria. Australia

Hagen, A. Van. Vermeulen R. dan Jong, M.de. Zikelbach E. (1990). Latihan mendengar. Jakarta

Vembrianto. (1981). Pengajaran Modul. Paramita. Yogyakarta.

Vride Varecmb. (1987). Perbaikan Bicara. BNIKS. Jakarta

Zamroni. (1988). Pengantar Pengembangan Teori Sosial. Jakarta















Curricullum Vitae

1.  Nama :
2.  NIP :
3.  Pangkat/Golonagan :
4.  Jabatan Fungsional :
5.  Fakultas :
6.  Pengalaman Penelitian :

7.  Bidang Keahlian :



………, 18 Maret



Sumber: www.ditplb.or.id/files/sistematika_proposal_PTK.doc











Artikel Terkait
Powered by Blogger.

Blog Archive

pesan hari ini

Paling dicari

KUMPULAN LIRIK LAGU BERTEMA PROFESI UNTUK PAUD

Total Pageviews

CARI ARTIKEL DI SINI YUK

kata bijak

https://click.email.shopee.co.id/?qs=604d22ef38041caa58cb16ed985d64bf3cfcd39e3273edde7b5c38935f49091d92ab87955b9ab3dae9fb155de91d91fb813cbabf4d9ee0fae0a3d430aeafd8b2

JUAL 100% Propolis Alami Non Wax Non Alkohol bersertifikat halal

JUAL Tudung Saji Bambu Kualitas Premium. Gratis ongkir, klik foto di bawah

jual KEZIA Skincare Whitening Package Series meregenerasi kulit , ori dan gratis ongkir

Jual Cream untuk mengatasi kerutan, garis halus, kemerahan, info klik gambar ! gratis ongkir

Jual Mengatasi rambut rontok dan ketombe, produk original 100 persen, murah, klik gambar bawah