Orang yang memiliki sifat perfeksionis selalu ingin tampil terbaik dan sempurna. Hal ini memang sangat berguna dalam beberapa bidang kehidupan, tapi terkadang juga dapat berdampak buruk terutama bagi kesehatan.
Perfeksionis akan sangat membantu ketika seseorang mengikuti aturan yang ketat untuk pengobatan penyakit kronis seperti diabetes tipe-2 (diabetes karena gaya hidup).
Namun, perfeksionis dapat berarti menambahkan tekanan mental saat orang tersebut berbuat kesalahan dan tak mau meminta bantuan orang lain karena takut dianggap tidak mampu berbuat sempurna.
Bahkan, penelitian menunjukkan bahwa karakteristik kepribadian perfeksionisme berkaitan dengan kesehatan fisik yang buruk dan peningkatan risiko kematian. Peneliti baru saja mengamati sifat kompleks ini dan hubungannya dengan kesehatan.
"Perfeksionisme adalah kebaikan yang harus dipuji. Tapi di luar batas tertentu, itu menjadi bumerang dan penghalang," ujar Prem Fry, profesor psikologi di Trinity Western University di Kanada, seperti dilansir dari Livescience, Senin (12/7/2010).
Perfeksionisme cenderung memiliki dua komponen, yaitu sisi positif, seperti menetapkan standar tinggi untuk diri sendiri. Serta sisi negatif yang melibatkan lebih banyak faktor merusak, seperti memiliki keraguan dan keprihatinan atas kesalahan dan merasa tekanan dari orang lain untuk menjadi sempurna.
Dibandingkan dengan dampak kesehatan mental, penelitian pada kondisi fisik memang relatif sedikit. Tapi beberapa penelitian menemukan bahwa perfeksionisme dikaitkan dengan berbagai penyakit
Perfeksionis akan sangat membantu ketika seseorang mengikuti aturan yang ketat untuk pengobatan penyakit kronis seperti diabetes tipe-2 (diabetes karena gaya hidup).
Namun, perfeksionis dapat berarti menambahkan tekanan mental saat orang tersebut berbuat kesalahan dan tak mau meminta bantuan orang lain karena takut dianggap tidak mampu berbuat sempurna.
Bahkan, penelitian menunjukkan bahwa karakteristik kepribadian perfeksionisme berkaitan dengan kesehatan fisik yang buruk dan peningkatan risiko kematian. Peneliti baru saja mengamati sifat kompleks ini dan hubungannya dengan kesehatan.
"Perfeksionisme adalah kebaikan yang harus dipuji. Tapi di luar batas tertentu, itu menjadi bumerang dan penghalang," ujar Prem Fry, profesor psikologi di Trinity Western University di Kanada, seperti dilansir dari Livescience, Senin (12/7/2010).
Perfeksionisme cenderung memiliki dua komponen, yaitu sisi positif, seperti menetapkan standar tinggi untuk diri sendiri. Serta sisi negatif yang melibatkan lebih banyak faktor merusak, seperti memiliki keraguan dan keprihatinan atas kesalahan dan merasa tekanan dari orang lain untuk menjadi sempurna.
Dibandingkan dengan dampak kesehatan mental, penelitian pada kondisi fisik memang relatif sedikit. Tapi beberapa penelitian menemukan bahwa perfeksionisme dikaitkan dengan berbagai penyakit
, seperti migrain, nyeri kronis dan asma.
Fry dan rekannya baru-baru ini juga melihat hubungan antara perfeksionisme dan risiko kematian. Studi ini diikuti 450 orang dewasa berusia 65 tahun atau lebih selama 6,5 tahun. Partisipan menyelesaikan kuesioner awal untuk menilai tingkat perfeksionisme dan ciri-ciri kepribadian lainnya.
Studi tersebut menemukan bahwa orang yang memiliki tingkat perfeksionis yang tinggi, 51 persen mengalami peningkatan risiko kematian dibanding yang lainnya.
Menurut Fry, hal ini berkaitan dengan tingginya tingkat stres dan kecemasan, yang dihubungkan dengan sifat perfeksionis.
Selain itu, orang perfeksionis juga mengalami penurunan kesehatan akibat menjauhkan diri dari pertolongan orang lain, karena takut dianggap tidak mampu bertindak 'perfect'.
Fry dan rekannya baru-baru ini juga melihat hubungan antara perfeksionisme dan risiko kematian. Studi ini diikuti 450 orang dewasa berusia 65 tahun atau lebih selama 6,5 tahun. Partisipan menyelesaikan kuesioner awal untuk menilai tingkat perfeksionisme dan ciri-ciri kepribadian lainnya.
Studi tersebut menemukan bahwa orang yang memiliki tingkat perfeksionis yang tinggi, 51 persen mengalami peningkatan risiko kematian dibanding yang lainnya.
Menurut Fry, hal ini berkaitan dengan tingginya tingkat stres dan kecemasan, yang dihubungkan dengan sifat perfeksionis.
Selain itu, orang perfeksionis juga mengalami penurunan kesehatan akibat menjauhkan diri dari pertolongan orang lain, karena takut dianggap tidak mampu bertindak 'perfect'.
sumber :
detikhealty
(mer/ir)
(mer/ir)
Artikel Terkait