Lebih dari sekadar adanya faktor-faktor yang memunculkan semangat, dari sisi internal (harapan) dan eksternal (dukungan), semangat itu lahir akibat dorongan dari dalam jiwa.
Kalau sudah begitu, berarti kita harus mengondisikan agar jiwa kita selalu mengalirkan semangat kepada tubuh, meski bagaimanapun situasi yang kita hadapi; sulit atau mudah, jiwa tetap bersemangat dan optimis bahwa masalah-masalah itu akan dapat teratasi dengan baik.
Bagaimanakah caranya? Apa yang mesti dilakukan?
Harapan tidak pernah muncul dari jiwa yang was-was, gelisah, dan putus asa. Harapan itu lahir dari jiwa yang tenang. Agar jiwa tenang, sangat penting untuk memperkuat komunikasi dan ‘koordinasi’ dengan Tuhan agar senantiasa diberi petunjuk dan pedoman. Dari situlah lahirnya sebuah keyakinan. Dan, keyakinan inilah yang mendorong semangat dan optimisme.
Bagaimana? Suai?
http://www.sudeska.net/2010/07/15/penuh-semangat-dan-optimis-setiap-hari-bagaimana-caranya/
Kalau sudah begitu, berarti kita harus mengondisikan agar jiwa kita selalu mengalirkan semangat kepada tubuh, meski bagaimanapun situasi yang kita hadapi; sulit atau mudah, jiwa tetap bersemangat dan optimis bahwa masalah-masalah itu akan dapat teratasi dengan baik.
Bagaimanakah caranya? Apa yang mesti dilakukan?
1. Jangan pernah tinggalkan shalat lima waktu.
Ya, shalat adalah sarana komunikasi langsung antara seorang hamba dengan Tuhannya tanpa hijab (perantara) apapun. Ini kesempatan besar. Jangan sia-siakan fasilitas yang tesedia lima kali dalam sehari itu untuk selalu berkomunikasi dengan Tuhan. Mohonkan pula do’a setiap kali selesai shalat untuk selalu diberi kebesaran jiwa dan petunjuk agar senantiasa yakin akan usaha-usaha yang sedang ditempuh.
2. Wajibkan shalat Dhuha bagi diri sendiri.
Mewajibkan shalat Dhuha bagi diri sendiri itu bukan berarti mengganti hukum shalat Dhuha yang sunnat itu menjadi wajib. Mewajibkan shalat Dhuha bagi diri sendiri itu berarti menjadikan shalat Dhuha itu sebagai rutinitas yang tidak pernah kita tinggalkan. Awali setiap hari aktifitas kita dengan shalat Dhuha. Cukup dua raka’at saja, tapi rutin dikerjakan setiap pagi sebelum beraktifitas.
Dan, inti do’a shalat Dhuha itu sangat indah:
“…Yaa Allah Rabb-ku, jika rezekiku masih di atas langit, turunkanlah. Jika ada di dalam bumi, keluarkanlah. Jika sukar, mudahkanlah. Jika haram, sucikanlah. Jika masih jauh, dekatkanlah…”
Keutamaan lainnya terkait shalat Dhuha ini dapat dibaca di postingan Bunda Lily tentang “Sedekah Untuk Setiap Ruas Tulang Badan“.
3. Wajibkan shalat Tahajjud bagi diri sendiri.
Ini juga sama artinya dengan shalat Dhuha tadi, yakni menjadikan shalat Tahajjud sebagai rutinitas yang tidak pernah kita tinggalkan. Kesulitan banyak kita dalam melakukan Tahajjud ini adalah sulitnya bangun di tengah malam dan takut kekurangan tidur. Solusinya, siasati saja dengan menyetel alarm dan bangun tiga puluh menit sebelum azan subuh. Bukankah waktu yang paling baik untuk Tahajjud itu sepertiga malam yang terakhir?
Tiga puluh menit sebelum azan subuh itu sudah cukup untuk mencurahkan perasaan kepada Tuhan. Jangan membebani diri, kerjakan saja dua raka’at Tahajjud dan tutup dengan satu raka’at Witir, tapi itu rutin dilakukan setiap malam. Bukankah Tuhan juga tidak suka bila amalan itu memberatkan kita? Tuhan lebih menyukai amalan yang sedikit, tetapi kontinyu dilakukan. Selesai dari itu, kita bisa langsung menunaikan shalat subuh.
Kesimpulannya, agar hidup kita selalu bersemangat, kita memerlukan sebuah harapan yang baik dan sempurna. Jika kita memerlukan harapan, berarti kita membutuhkan tempat menggantungkan harapan tersebut. Jika kita menggantungkan harapan itu kepada manusia, maka kita harus bersiap-siap dengan resiko kecenderungan manusia yang selalu berubah, tidak konsisten. Maka, sebaik-baiknya tempat menggantungkan harapan itu hanya kepada Tuhan semata. Dia-lah tempat persandaran Yang Maha Kuat, Yang Maha Mengabulkan harapan hamba-Nya, dan Yang Maha Menepati Janji.Harapan tidak pernah muncul dari jiwa yang was-was, gelisah, dan putus asa. Harapan itu lahir dari jiwa yang tenang. Agar jiwa tenang, sangat penting untuk memperkuat komunikasi dan ‘koordinasi’ dengan Tuhan agar senantiasa diberi petunjuk dan pedoman. Dari situlah lahirnya sebuah keyakinan. Dan, keyakinan inilah yang mendorong semangat dan optimisme.
Bagaimana? Suai?
http://www.sudeska.net/2010/07/15/penuh-semangat-dan-optimis-setiap-hari-bagaimana-caranya/
Artikel Terkait